Sabtu, 29 Januari 2011

KI AGENG MANGIR 
Untuk : Fajroel Rahman


Ki Ageng perempuan yang kau sangka perempuan desa
Penari ronggeng jelita dan kau niatkan dinaikkan derajatnya 
Ternyata ular berbisa 
Yang melilitmu berlahan
Melenakanmu di ranjang 
Hingga kau terjungkal menemui ajal di selo gumilang

Tombak baru klinting andalanmu tak berdaya sebab terpisah dari raga
Kau tidak waspada termakan tipu daya
Ajal menjadi terjal
Kau cepat menangkap isyaratnya 
Jakarta 2011

Rabu, 19 Januari 2011

SAYAP SAYAP MALAM

Kau menyelinap di tirai malam
Kau lingsut dalam dukamu
Burung menelikung tajam
Dan matamu pancarankan duka
Saat matahari menancap di kepalamu
Lalu kau kabarkan nyanyi bidadari
Pada lautan dan pasir pantai
Yang menyibakan helai rambutmu
Berderai menebar tawa
Yang menembus dan melubangi hatimu
Lantas kau mengerang pada tangismu
Terpanggang sepimu sendiri
UNTUK YT

Sepagi ini kau telah buat janji
Untuk kutemui dengan wajah rembulan
Dan senyum cawan
Kau sambut getar senar gitar rinduku
Lalu kau bergayut manja di pundakku
Dengan sigap kupagut rekah bibirmu
Mas kumerindumu
Itu katamu berulang
Dan air rindu sama - sama kita tuang
Kita meradang

Selasa, 18 Januari 2011

GALAU

Angin mendesir berlahan
Menyisir dahan - dahan
Kuncupkan kenang tentang tanah rekah memerah
Dimana aku terlahir dan usia terus mengalir menuju muara senja
Aku termangu pad jejak yang tersapu
Pada rindu yang membelenggu
Namun diriMu tak jua kutemu
LAKI - LAKI KUARAN

Laki - laki itu bisa kau temui di pekuburan tua
Laki - laki itu tak pernah berbaju dan bersandal
Kemanapun dia pergi dia tidak pernah perduli
Dan orang - orang di sekeliling memaklumi
Rambut gondrong acak  - acak
Gigi ompong berantakan
Itulah yang menjadi ciri
Sehingga orang yang belum pernah ketemu sekalipun langsung mengenali
Dia penjaga makam semacam kuncen
Tapi bukan untuk diminta berkah seperti makam keramat
Dia cuma penjaga makam
Hanya beberapa tidak seluruhnya
Dia cuma penjaga makam
Hanya beberapa tidak seluruhnya
Di saat senggang akan membersihkan makam keramat
Karena telah diserahkan oleh keluarga maupun maupun ahli waris untuk merawat
Dan dia mendapat upah
Ada yang perbulan ada yang membayar setiap kali datang
Dia tak pernah menentukan besar kecilnya
Beberapa saja dia terima
Kadang dia diminta datang ke rumah orang  - orang yang menggunakan jasanya
Baru dia akan memakai baju
HANYA ANGAN


Kau setia merajuk dalam ceruk cawan
Kusimpan wajah bulan
Pada siapa itu kau titipkan kilaunya
Kadang aku berharap dengan tatap mata
Yang kadang kau maknai dengan untaian embun menetes daun - daun
Dikerling kutangkap pesan keabadian
Yang kau torehkan di rerumputan
Yang memaknai jejak - jejak kaki
Dan melukiskan kembali pada batu - batu
Dimana di situ kita terpaut rindu membiru
SEBUAH JAWABAN

Malam beranjak kelam
Tapi kau masih setia memaknai kata - kata
Yang tersumbat semburat kelu bibirmu
Sungai yang mengaliri kepalamu
Adalah gugusan bintang yang terlempar dari galaksi
Dan kau yakin itu puisi
Ketika hutan - hutan diperlukan menanyakan asal muasal

Kau jawab dengan satu tebasan pedang

Aku kekal

Senin, 17 Januari 2011

SENJA YANG BERDEBU

Kau lupa
Menangkap senja
Hanya tatap matamu yang serupa perdu
Bergayut dalam tautan ranting - ranting pepohonan
Yang alpa pada harum tanah pekuburan
Yang diguyur hujan setelah kemarau panjang

Lalu kau baringkan tubuh lusuhmu yang rapuh
Oleh keluh pada lenguh lembu betina
Dan kau terlantarkan mantera pada asap dupa wangi kemenyan
Seperti meratapi angin yang terus berlari
Tak juga kau temui 
Dimana diri

SAAT DIAM

Sengaja kau kudiamkan
Hingga wajahmu tumbuh aneka bunga dan rerumputan
Di matamua terpancar warna mawar dan senyum wangi melati
Di sungai mengalir lumpur keruh
Di situ keluh peluh bercampur
Sebab itu wangimu tak kusentuh
Kau diam dan tetap bertahan
Meski badai dan topan memporandakan tebing - tebing beting kalbumu
Hingga cakrawala di langit runtuh
Dan aku terlempar di hamparan belukar
Tubuhku terjerembah
Tak kutahu lagi kemana arah kiblat
Lalu kuraih ranum tubuhmu sewangi minyak zaitun
Dan aku terkulai bagai nyanyi tembang 
Yang sumbang kau lantumkan
Dan kita terpanggang bagai kanak -  kanak 
Yang temukan mainan yang lama hilang
Aku terbang 
Kau meradang...
KALINYAMAT

Kanjeng ratu karena duka seluas samudera
Menghujam jiwa 
Dan oleh sebab kesumat yang tak terjawab 
Dalam seabad kau tinggalkan segala dan tinggalkan istana
Menuju hutan belantara topo wudho tanpo sinjang
Bertapa tanpa seutas benang melilit badan
Mengadu memohon keadilan yang sejati
Pada gusti kang murbeng dumadi
Atas kematian yang tidak mesti